Halaman

Minggu, 29 Agustus 2010

Niqab, Islam atau Adat


Isu menabur dimana-mana. Sikap saling menyalahkanpun terus melebar. Ketidak dewasaan menaggapi suatu problem juga menumpangi para cendikiawan. Seolah permasalahan niqab (cadar) kayak masalah baru. Adu argumentasi dan ingin menang sendiri terjadi di sana-sini. Bahkan orang yang buta agamapun ikut berkomentar. Mereka memberikan pendapat, itu adalah liberal. Sementara di kelompok lain, ada yang mengatakan itu demi kemaslahatan. Semua seolah bebas melontarkan pendapat masing-masing, tanpa ada yang menghalangi. Tapi memang itulah kenyataanya. Ketika yang tak kenal agama berbicara tentang agama, dan orang yang tahu agama bersikap acuh tak acuh dan juga tak peduli. Bahkan mereka mengatas namakan ini sebagai hak asasi. Siapapun bebas berpendapat dan mengungkapkan kritikan dan sanggahan. Dan keadaan tersebut telah Nabi peringatkan beberapa abad yang silam, debagai indikasi ketipisan iman. Beliau menegaskan, bahwa Allah memanggil hamba-hamb-Nya yang benar faham agama; sehingga tidak ada yang tersisah melainkan orang yang lebih mementingkan peribadi dari pada hukum Allah. Sebagaimana Rasulullah membahasakannya:

...فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا (الحديث)

"…merekan menfatwakan sesuatu tidak berdasarkan ilmu, kama mereka sesat juga menyesatkan"

Keluarnya fatwah Syech Azhar; Sayyid Tantawi tentang pelarangan memakai niqab (cadar) seolah telah mengguncang dunia. Berbagai kalangan memberikan pendapat tentang fatwa tersebut. Tidak di Negara Arab aja, tapi juga di Negara Asia sana seperti Indonesia; negara kita.

Layaknya sebagai pelajar. Sudah seharusnya kita lebih teliti menilai sesuatu. Tanpa melihat sumber opini tersebut. Akan tetapi, yang hak tetap yang hak, sekalipun keluar dari yang bukan Islam. Dan yang batil tetap batil, meskipun itu perkataan kiyai. Karena standar baik benar tersebut adalah Isalam bukan kedudukan juga bukan jabatan.

Kita telah diombang-ambing oleh media massa. Telah di-nina bobokkan media yang mengutamakan kepentingan sendiri. Bahkan sebagian kalangan menjadikannya sebagai momen untuk menyalakan api perpecahand di antara kaum muslimin. Yang lebih memprihatinkan banyak di antara kita tidak menyadari hal tersebut dan masih lebih memilih mereka orientalis dan liberalis (yang ingin merongrong agama dari luar dan dalam).

Informasi yang dipublikasikan media massa tidak semuanya benar dan pasti. Apalagi kebanya didomonasi orang-orang yang tidak ridha dengan agama ini. Jangan sampai kita yang tahu agama, juga linglung dikeramaian, yang seharusnya tidak patut; apalagi sebagai mahasiswa yang menuntut ilmu di universitas tertua dunia ini.

Syech Azhar bukanlah orang bodoh; yang kalau mengeluarkan suatu pendapat, tidak mempertimbangkan dampak negative dan positifnya. Beliau juga bukan orang yang tak pernah salah. Sehingga apa yang beliau katakana itulah segalanya dan menentangnya adalah suatu kekeliruan. Akan tetapi, semuanya berawal dari penyikapan kita. Bagaiman kita menerima informasi tersebut. Apakah beliau benar menfatwakan seperti itu, atau ada ini ulah oknum yang mengatasnamakan agama dan memanfaatkan untuk kepentigan sendiri..? yang salah siapa..? dan kalau memang benar demikian bagaiman seharusnya kita menyikapinya..?

Sesungguhnya beruntunglah orang yang menjadikan al-Quran sebagai pegangan. Kesalah pahaman juga pernah terjadi di masa Nabi dan Al-Quran telah meluruskannya dan memberikan peringatan agar kita lebih teliti dalam meneriam suatu informasi. Bukan karena dia datang dari syech azhar, itulah segalanya. Atau karena kedudukan seseorang kita langsung menerimanya.

Oleh karena itu, media massa adalah sarana untuk berbagi dan sekaligus salah satu cara untuk bisa menguasai perkembangan dunia. Namu, tidak selamanya media massa memuat informasi yang akurat.

Kembali ke masalah niqab, yang menurut sebagian orang. Syech Sayyid Tantawi telah mengungkapkan pendapat yang menyalahi pendapat ulama terdahulu. Masih banyak ulama besar terdahulu yang berbicara masalah niqab ini; bahkan semua ulama madzhab menekakan untuk memakainya. Syafi'iyyah dan hanabilah berpendapat akan wajibnya memakai cadar, sedangkan hanafiyah dan malikiyah melihatnya bukan wajib tetapi sekedat sunnah muakkadah dengan catatan terhindar dari fitnah; kalau tidak aman dari fitnah mereka juga mewajibkannya. Begitulah pendapat para ulama-ulama madzhab tentang pemakaian niqab.

Di samping itu ada yang lebih ganjil. Fakta berbicara, pendapat tinggallah pendapat dan aplikasinya malah terbalik. Indonesia; Negara kita kebanyakan bermadzhab syafi'iyyah (mewajibkan niqab). Namaun kenyataannya, jangankan memakai niqab bajunya aja serba puntung. Dan Fakistan sebagai Negara yang bermadzhab Hanafi (tidak mewajibkan) tapi cadar malah mereka aplikasikan. Begitulah pemahaman yang beredar di masyarakat kita. Dan yang di sayangkan sikap sebagian orang yang terlalu cepat menyalahkan tanpa ada upaya untuk memastikan.

Adapun larangan memakai niqab; yang secara langsung difatwakan syech al-azhar bukanlah secara mutlak. Dan siapa yang memakai akan dipulangkan. Justru peraturan tersebut hanya untuk siswa/i atau mahasiswa/i azhar. Juga pelarangannya tidak disemua tempat. Adapun tempat yang dimaksud adalah, di dalam ruangan (ketika muhadharah) dengan syarat pemateri adalah dukturah dan tidak ada laki-laki satupun. Begitu juga waktu imtihan. Kedua, ketika di kamar atau di asrama. Selain da tempat yang sisebutkan, syech al-azhar tidak melarang bahkan malah memberikan keleluasaan untuk memilih.

Hal ini sebatas antisifasi dari pihak azhar. Dan semi keamanan proses belajar sekaligus menutup kemungkinan adanya penyusup masuk ke ruangan belajar atau ke asramah putri.

Dari sini, kita dapat menjawab pertanyaan di atas. Yang salah adalah kita, karena tidak berupaya mencari informasi yang akurat. Dan hanya mengandalkan omongan dan ocehan orang yang tidak suka dengan agama. Dan untuk kedepan, moga kamu muslimin khususnya lebih cermat menyikapi suatu masalah.

Al-quran telah memperingatkan kita agat lebih teliti menerima sesuatu dan tidak, sebagaimana firman Allah saw dalam surah al-hujurat:

ياأيها الذين أمنوا إن جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا...

Demikianlah al-Quran mengajari kita. Dan niqab adalah anjuran agama bukan bawaan atau tradisi orang arab belaka sebagaimana dilontarkan sebgian kalangan.

Wallahu'alam bi ash-shawab

Kairo, 26- 10- 09

Hari Ini Adalah Masa Depanku

Kehidupun berputar cepat. Usia yang makin hari makin bertambah. Lima tahun yang kemaren seakan lima bulan yang lalu dan sekarang umur kita sudah belasan atau bahkan sudah puluhan tahun. Ada yang berkepala dua, juga ada yang telah berkepala tiga. Tanpa terasa keadaanpun telah menuntut kita untuk bersikap lebih dewasa,. Kondisi seperti ini rata-rata dirasakan oleh semua orang tanpa terkecuali. Semua individu mempunyai kesibukan tersendiri tanpa melihat bentuk dan rupa kesibukan tersebut. Ada kalanya kesibukan itu tak lebih dari hiburan belaka yang dipenuhi dengan corak macam gurauan dan waktu terbuang sia-sia, dan ada juga yang tekun dan serius untuk menggeluti suatu pekerjaan, untuk memcapai suatu tujuan yang ia inginkan.

Kalaulah boleh melihat rupa dan wajah dunia nyata. Realitas masyarakat, sekolahan, perkantoran. Ketika ditelusiri lebiah dalam, ternyata apa yang kita banggakan dan kita harapkan selama ini tak sesuai dengan prospek yang jauh-jauh hari telah kita susun rapi. Karena regenerasi yang kebanyakan lupa dengan tujuan ketika berada dalam satu komunitas. Dan ini terindikasi dari kualitas mahasiswa mahasiswi alumni perkuliahan manapun; yang notabene perkuliahan merupakan lingkungan orang-orang yang mempunyai masa depan yang cerah. Kalaulah mahasiswa-mahasiswinya seperti sekarang ini bagaimana dengan yang tidak kenal sekolah, tidak kenal baca tulis, tidak mau shalat atau bahkan yang tidak pandai shalat..???

Akan tetapi, berapa banyak di antara mahasiswa-mahasiswi, ketika selesai kuliah mereka malah pusing tujuh keliling. Gelar sarjana yang seharusnya menjanjikan ketenangan dan kebahagiaan, justru malah menjadi embel-embel yang mempersempit perjalanan, kaki serasa dikekang dan lingkungan seakan melototi gerak geriknya. Maju ke dunia nyata terasa sangat malu karena kemampuan yang tidak memadai, dan memuali dari awal adalah hal yang mustahil apalagi sampai menghitung-hitung berapa puluh juta yang telah kita habiskan selama menempuh pendidikan. Ini adalah problem saya, problem anda dan problem kita semua.

Ibarat sebuah restoran. Disamping dia dituntut untuk memasak dengan enak dan pelayanan yang bagus, dia juga harus berpenampilan rapi dan bersih. Sehingga pelanggan tidak enggan datang dan mengunjungi restorannya. Dan kerapian tempat, kebersiahan, dan pelayanan yang bagus mengandung nilai yang memikat para pengunjung dan sekaligus menjadi penentu dalam usahanya tersebut. Namun, ketika sebuah restoran tidak memperhatikan hal-hal yang telah disebutkan di atas, atau hanya mengandalkan enaknya masakan tanpa memperhatikan dari segi kebersihan dan keramahan terhadap pengunjung, jelas akan berdampak terhadap masa depan restoran tersebut. Atau orang-orang akan datang ke restoran tersebut, tapi hanya sekali dan itupun diiringi penyesalan dan mungkin berjanji pada dirinya tidak akan datang ke restoran itu lagi.

Begitulah realitas dari sebuah keadaan. Apabila salah bertindak juga akan menghasilkan nilai yang tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Dan logisnya, ketika kita mengerjakan sesuatu, secara spontanitas kita juga telah mempersiapkan segala sesuatu untuk tercapainya hasil tujuan yang diinginkan. Terkeculai kalau kita tidak mempunyai tujuan yang lebih jauh dari dunia. Atau telah mencukupkan kesenangan dunia yang menurut kita adalah segalanya. Orang yang seperti ini tidak jauh beda dengan keberadaan restoran yang disebutkan di atas tadi.

Hari ini adalah masa depan kita, esok belum tentu milik kita. Kalimat ringan tapi mengandung makna yang sangat dalam. Dan orang yang memahami kalimat tersebut sendirinya akan terdorong untuk mempersiapkan diri dan memngumpulkan bekal untuk hari esoknya. Kejayaan kita di masa mendatang tengantung dengan kerja keras kita di masa sekarang. Ingin menjadi orang yang sehat dan jauh dari penyakit di kala tua, tergantung bagaimana kita menjaga kesehatan dan keseimbanga tubuh kita di masa muda. Ingin menjadi orang yang sukses di hari-hari mendatang tergantung dengan usaha dan upaya apa saja yang telah kita lakulan jauh sebelumnya.

انظر يومك ولا تهتم بالغد...لأن إذا أصلحت يومك صلح غدك

Optimallah dalam keseharian anda, dan jangan menyibukkan diri dengan hari esok. Karena ketika hari ini kita optimal niscaya besok juga akan lebih bagus.

Ungkapan di atas bukan berarti kita tidak boleh memikirkan masa depan, akan tetapi merupakan cara agar kita mendapat masa depan yang cerah. Ibarat di atas mengingatkan kita akan perbuatan kebanyakan orang yang menyibukkan diri dengan masa depan dan lupa dengan hari sekarang. Al-Quran juga menganjurkan agar jangan sampai bagian kita selama di dunia dilalaikan, dan fokus ke kehidupan akhirat karena dunia merupakan jembatan menuju kehidupan kahirat; kehidupan yang kekal dan abadi.

Kita tidak menafinkan taqdir dan ketentuan Allah SAW., yang telah menentukan segala sesuatunya. Akan tetapi, kita sebagai manusia; yang diperintahkan untuk berusaha dan berikhtiar semaksimal mungkin untuk mencapai yang terbaik. Bukan menerima apa yang Allah SWT., tentukan tanpa ada upaya untuk menghasilkan yang kita inginkan. Ibaratnya orang yang ingin pintar tapi tak mau belajar adalah gila, seperti orang yang ingin kaya tapi tak mau berusaha.

Maksimalitaslah yang dituntut dari kita sebagai manusia. Bukan sekedar menerima apa adanya, tanpa ada upaya untuk mengubah yang jelek menjadi yang baik; yang kerdil menjadi yang besar dan terpandang.

Al-Qur’an jauh sebelumnya telah mengajari kita untuk mempersiapkan diri menghadapi masa depan dan memformat segala sesuatunya sebagai bekal dikemudian hari. Tidak bekal selama di dunia saja akan tetapi juga bekal di akhirat nanti. Firman Allah SAW., mengatakan dalam al-Qur’an.

"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dipersiapkannya untuk hari esok…" (QS.al-hasyr ayat: 18)

Para ulama mengatakan, bahwa persiapan yang dimaksud adalah persipan kita di akhirat kelak ketika semunya telah berubah. Orang yang baik semasa hidupnya di dunia, akan melihat hasil dari pengorbanannya tersebut. Begitu juga dengan orang yang selama di dunia hanya melakukan hal yang tidak sesuai dengan anjuran Allah dan lupa dengan hari akhirat, juga akan melihat balasan yang setimpal dengan perbuatannya. Penyesalan akan muncul di sana-sini; tidak orang yang selama hidupnya maksiat saja tapi orang saleh sekalipun akan merasa merugi dan ingin kembali ke dunia. Sebagaimana dikatakan dalam satu riwayat bahwa mereka yang saleh juga merasa menyesal akan ketidak seriusannya beribadah kepada Allah SWT. Kerena mereka telah melihat betapa indahnya balasan yang Allah sediakan bagi orang-orang yang benar-benar mengharapkan balasan-Nya. Beda halnya dengan penyesalan orang yang selama hidupnya penuh dengan kemungkaran dan kedzaliman. Mereka menyesal karena telah melihat kedahsyatan azab dan siksaan Allah dan merasa tidak mampu berlama-lama dalam kondisi seperti ini. Oleh karena itu mereka ingin lepas dan kembali ke alam dunia dan mulai menata hidup dengan sebaik-baiknya. Begitulah realita yang al-Qur’an ceritakan tentang keberadaan manusia dikemudian hari.

Masalah sudah jelas dan semua manusia sejatinya menginginkan kehidupan yang lebih baik. Tidak di dunia saja akan tetapi juga di akhirat. Oleh karena itu, sudah semestinya kita mempersiapkan diri menghadapi hari perhitungan; yang al-Quran ibaratkan dengan hari esok. Hari yang semua seolah terputus, semua hanya mementingkan keberadaan diri sendiri. Begitulah gambaran yang Allah baritahukan kepada kita melalui lisan Nabi-Nya. Semuanya telah jelas dan tinggal kitanya; mau senang dunia akhirat atau malah lebih cenderung memilih kesengsaraan.

Orang yang mengharapkan balasan di dunia, niscaya tidak akan mendapatkan balasan di kemudian hari. Dan orang yang mengharapkan balasan akhirat, sesungguhnya kesenangan dunia itu sendirinya akan datang menghampiri kita. Begitulah Allah menyindir orang-orang yang lebih mementingkan kehidupan dunia dibandingkan dengan kehidupan akhirat.

Wallahu a’lam bi ash-shawaaf